RumahMasyarakat
Jawa dengan faham jawanya (“kejawen”) sering dianggap sebagai
masyarakat yang hidup dalam suasana kepercayaan primitif, yang memilki
sifat-sifat khusus, seperti: mempertahankan suasana hidup selaras
(harmonis) dengan lingkungan kehidupan disekitarnya, yang meliputi:
keselarasan hubungan antara manusia dan sesamanya (hubungan antara
“kawulo” dan “gusti”), serta hubungan antara manusia dengan lingkungan
alam disekitarnya (hubungan antara “microcosmos” dan “macrocosmos”).
Kebutuhan hidup manusia Jawa, dapat disederhanakan menjadi 3 (tiga)
kelompok, yaitu: “pangan”, “sandang” dan “papan”.Adapun makna kebutuhan
pangan bagi masyarakat Jawa disatu sisi adalah tuntutan akan fisik,
sedangkan disisi lain, adalah tuntutan metafisik, seperti: spiritual,
rohaniah dan simbolik. Selanjutnya orang Jawa membutuhkan sandang untuk
memberikan pengamanan kejiwaan (rasa) dan melindungi diri dari pengaruh
lingkungan, baik lingkungan alamiah maupun sosial. Sedangkan kebutuhan
akan “papan”, bagi orang Jawa diartikan sebagai kebutuhan akan:
“longkangan” (ruang), “panggonan” (tempat untuk menjalani kehidupan),
“panepen” (tempat kediaman /”settle -ment”) dan “palungguhan” (tempat
duduk/berinteraksi). Selain itu rumah juga mempunyai arti sebagai
perlambang bahwa dirinya telah berhasil dalam kehidupan di dunia atau
telah mantap kedudukan sosial ekonominya.
Bentuk dari rumah Jawa dipengaruhi oleh 2 pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Geometrik yang dikuasai oleh kekuatan sendiri
2. Pendekatan Geofisik yang tergantung pada kekuatan alam lingkungan.
Bentuk
rumah tradisional jawa dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan
bentuk. Secara garis besar tempat tinggal orang jawa dapat dibedakan
menjadi:
1. Rumah Bentuk Joglo
2. Rumah Bentuk Limasan
3. Rumah bentuk Kampung
4. Rumah Bentuk Masjid dan Tajug atau Tarub
5. Rumah bentuk panggang Pe
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0qg8tujLWZaK7zPFfXprwNI92kMnvY2vxuWtWFx2OQ_cFUBkNgeUqsTu8e4Y_bVgtZyiBXTa3lFjw1f65lfuemgYyY0DSnCXVsC22z6jT70J_AHiTbdhUAQSNkGflNS6NDEyXLPGcuhN3/s320/tajug+%28Small%29.bmp)
Bangunan Tradisional Joglo.Ciri
khas atap joglo, dapat dilihat dari bentuk atapnya yang merupakan
perpaduan antara dua buah bidang atap segi tiga dengan dua buah bidang
atap trapesium, yang masing-masing mempunyai sudut kemiringan yang
berbeda dan tidak sama besar. Atap joglo selalu terletak di
tengah-tengah dan selalu lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi.
Bentuk gabungan antara atap ini ada dua macam, yaitu: Atap Joglo Lambang
Sari dan Atap Joglo Lambang Gantung. Atap Joglo Lambang Sari mempunyai
ciri dimana gabungan atap Joglo dengan atap Serambi disambung secara
menerus, sementara atap Lambang Gantung terdapat lubang angin dan
cahaya. Menurut Dakung (1987) terdapat beberapa variasi bentuk bangunan
Joglo diantaranya adalah:
(1). Joglo Lawakan,
(2). Joglo Sinom,
(3). Joglo Jompongan,
(4). Joglo Pangrawit,
(5). Joglo Mangkurat,
(6). Joglo Hageng dan
(7). Joglo Semar Tinandhu.
Joglo Limasan, Joglo Semar Tinandhu, Joglo
Sinom,
Joglo Jompongan dan Joglo Pangrawit banyak dipakai rakyat biasa,
sedangkan Joglo Mangkurat, Joglo Hageng dan Joglo Semar Tinandhu banyak
dipakai kaum bangsawan, maupun abdi dalem keratin (pegawai keraton).
Joglo Semar Tinandhu.![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheTkONuL-P1GRa7vbR-oKGQZ4MgzSVGUUcnUEp1Qkref8qWhW13tEfIVKE20tKwbg0rjDP1MBC5MNJ5COmaeU-j-Q4Z9_pUa3QWNc2rc3UH4nEBHz6n83Lx4w-l9R-9Qg6TGpoMwFSMO3F/s320/joglo+semar+tinandu+%28Small%29.bmp)
Joglo
Semar Tinandu (semar diusung/semar dipikul) diilhami dari bentuk tandu.
Joglo ini biasanya digunakan untuk regol atau gerbang kerajaan, dengan
ciri- ciri :
* Denah berbentuk persegi panjang
* Pondasi bebatur,
yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya.
Diatas bebatur dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan, umpak ini
nantinya akan disambung dengan tiang saka.
* Memakai 2 saka guru
sebagai tiang utama yang menyangga atap brunjung dan 8 saka pananggap
yang berfungsi sebagai penyangga yang berada diluar saka guru. Bagian
bawah tiap saka diberi purus lanang untuk disambung ke purus wedokan dan
diperkuat dengan umpak
* Terdapat 2 pengeret sebagai penyangga balok tandu
* Memiliki tumpang 3 tingkat yang ditopang balok tandu
*
Atapnya memiliki 4 jenis empyak yaitu; empyak brunjung, empyak cocor
pada bagian atas dan empyak penanggap serta empyak penangkur dibagian
bawah.
* Pada atap terdapat molo
* Menggunakan usuk rigereh, usuk
yang pada bagian atas bersandar pada dudur sedangkan bagian bawah
bertumpu pada balok pengeret dan dipasang tegak lurus.
* Biasanya digunakan untuk regol ( pintu masuk)
Karena
tiang utama/saka guru pada joglo ini tergantikan oleh tembok sambungan,
maka ruang di bawah atap yang lebih tinggi mempunyai besaran ruang
sebatas di besaran uleng saja. Udara yang ada masih terpengaruh udara
luar, namun terasa lebih sejuk karena ada kemiringan atap yang
memberikan perbedaan udara antara ruang luar dengan ruang di dalam
joglo.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHr1JnooNrNv8fxryHH4lU111BfYfYklqqOxwl8KjqL3LYMt_Qcor_qtXSSP9bm8rHbpKnqbHsfhAiLPbazkatoyGfKC4Vya0e6f1PJBE3_fUj6VkzULiYVagg_N4eEiuq5rMgkAVLLD25/s320/denah+joglo+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgY_iIbfq9jBkzZBi3GjkAdhyTqDnqgT5ZTyZKImHrpTOtvP9rzYfQiBwqSftHeS2ZPBru9tqQq-Dd36jx4qxTqY4BBZoaOWK0zq1dRSiZZJNa2CJCALYRmzxxhaM3nWezEXmHqJSTqxoMR/s320/joglo+senar+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQor4YV1swLz1hwbWDKgAwzAclkNgmHH_BRSathBEHt7rwu7K91ZUXyjjdTTp-k8bUSgucgsrwsu3kQgAGTlFjRTEVAOdz7_nwknX8kelL6uFSImthWyDU_puBBKDuAb0Z3pXupzSrpgxX/s320/1+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7KwqIGPwPo7D5PldsGG4qpYXTC2w6A2SXAqgmzjdmcgj9NaED01_x_X6-Y6hwIk2MJD1_kdaFuTewRUpLkgjekGEYSuUyY3mwSmerDo0wlQVsI75GuUKwhZMoxCSkWVaHuZxW35663Vem/s320/2.bmp)
Pada
joglo semar tinandu ini udara bergerak secara lurus melalui celah
diantara dua tembok sambungan. Pergerakan udara terjadi secara leluasa,
langsung pada bagian tengah joglo ini, karena tidak terhalang oleh
tembok, namun pada bagian samping kanan dan kiri, udara tidak bisa
mengalir ke sisi sebelahnya, karena terhalang oleh tembok sambungan yang
sampai ke puncak joglo. Udaara kembali bergerak ke bawah melewati celah
menuju ruang di sebelah tembok sambungan, dan mengalir ke berbagai
arah.
Joglo Lambang Sari![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFEdIrhMZS5eIpt36Lo5DxpjJo2bNAMx_2JK6j61LuNyI-UKRJjudu5i-DkERyk0cvJcSJmQEokj1OAylqPHR_dwZiJtpOtfi6pRw5nWLhVDuB1ScRMDYpPG9azOxrn60XjQEB8twNEO0B/s320/joglo+lambang+sari+%28Small%29.bmp)
Joglo
Lambangsari merupakan joglo dengan sistem konstruksi atap menerus.
Bentuk ini paling banyak dipakai pada bangunan tradisional jawa.
Bentuk joglo yang menggunakan lambangsari, dengan ciri- ciri :
* Bentuk denah persegi panjang
*
Memakai pondasi bebatur, yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi
dari tanah disekelilingnya. Diatas bebatur ini dipasang umpak yang sudah
diberi purus wedokan.
* Terdapat 4 saka guru sebagai penahan atap
brunjung yang membentuk ruang pamidangan yang merupakan ruang pusat dan
12 saka pananggap yang menyangga atap pananggap (tiang pengikut),
masing-masing saka ditopang oleh umpak menggunakan sistem purus
*
Memakai blandar, pengeret, sunduk, serta kilil. masing- masing blandar
dan pengeret dilengkapi dengan sunduk dan kili sebagai stabilisator.
*
Menggunakan tumpang dengan 5 tingkat. Balok pertama disebut pananggap,
balok ke dua disebut tumpang, balok ke tiga dan empat disebut
tumpangsari, dan balok terakhir merupakan tutup kepuh yang berfungsi
sebagai balok tumpuan ujung- ujung usuk atap.
* Uleng/ruang yang terbentuk oleh balok tumpang di bawah atap ada 2 (uleng ganda)
* Terdapat godhegan sebagai stabilisator yang biasanya berbentuk ragam hias ular-ularan.
*
Menggunakan atap sistem empyak. 4 sistem empyak yang digunakan :
brunjung dan cocor pada bagian atas, serta pananggap dan penangkur di
bagian bawah
* Terdapat balok molo pada bagian paling atas yang diikat oleh kecer dan dudur.
* Menggunakan usuk peniyung yaitu usuk yang dipasang miring atau memusat ke molo. Joglo ini juga tidak memiliki emper
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyAd5VToSRhxvEPzT1yXdIWlCo_fWip-VajKbQPGmRatywGsp8HaBhGMe6nG2oFBNWvHtYupmZL9mkmytLNfHuin4u6Q9DQPOvPPyTu6QL96B6y0YbB6mzHZKjB6jNJ75s2A4482a46Fay/s320/denah+lambangsari+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisDNXpaCwhY8CuIG6Vhfp6KDihpcg3qp5y2IrmY6eNGDInIpZcXe42-s7ZyuVEUAt6WtQrPJnUdM2P3NY1xu_0Ke-8C6aNu1ll_sujHyCfvCLXJZgoBwLH5EUKDSk9maf-6tiuMqB314E0/s320/joglo+lambang+sari+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTYzP6Hbcu90hor27L7iL2A6IcVGQxQmS-Ob-8xJyfI27vbkGAghxKiSA9QV49dlYQ2BHIrmgNvwMZqT4Dr_mzMIRzJN6A6ufwV3OttcbfZFZ7TVRD71S8LzZ58X3f9Lv-w9UzeAebB6u4/s320/lambangsari1+%28Small%29.bmp)
penghawaan
pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan
sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang
bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap
yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap
ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam
pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan
oleh manusia itu sendiri. Saat manusia berada pada rumah joglo paling
pinggir, sebagai perbatasan antara ruang luar dengan ruang dalam,
manusia masih merasakan hawa udara dari luar, namun saat manusia
bergerak semakin ke tengah, udara yang dirasakan semakin sejuk, hal ini
dikarenakan volume ruang di bawah atap, semakin ke tengah semakin besar.
Seperti teori yang ada pada fisika bangunan,
Efek volume
sebenarnya memanfaatkan prinsip bahwa volume udara yang lebih besar akan
menjadi panas lebih lama apabila dibandingkan dengan volume udara yang
kecil.
Saat manusia kembali ingin keluar, udara yang terasa
kembali mengalami perubahan, dari udara sejuk menuju udara yang terasa
diluar ruangan. Dapat dilihat kalau penghawaan pada rumah joglo,
memperhatikan penyesuaian tubuh manusia pada cuaca disekitarnya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMHjaCG7vpZseIgvG8k5NhJetjfPB45Wp8IxAafzf6ucR7ttatzxw8drDtMIQJAaxxC7OcNRAnjwHHkMEYo1V8Fse_11DyNf-5vSAk8WN1TB1CZP5YRv_e6rra8kHEACwrwSAVZSvHhzfH/s320/lambangsari2+%28Small%29.bmp)
Sistem
penghawaan pada joglo lambangsari ini, seperti pada sistem penghawaan
joglo pada umumnya, angin/udara bergerak sejajar, di seluruh ruang
terbuka, pada bagian ruang bagian tengah, yang dibatasi tiang utama/saka
guru, udara bergerak ke atas, namun kembali bergerak ke bawah. Hal ini
terjadi karena joglo lambangsari tidak memiliki lubang ventilasi, karena
memang di desain untuk atap menerus.
Sistim StrukturSistim struktur bangunan Joglo, menurut Saragih (1983) 14) dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
(1). Sistim Struktur Rangka Utama dan
(2). Sistim Struktur Rangka “Pengarak” (Pengikut).
Sistim Rangka Utama Bangunan Joglo terdiri atas tiga bagian, yaitu: “Brunjung”, “Soko Guru” dan “Umpak”.
PondasiPondasi
atau “umpak” yang ditinggikan 70cm menggunakan cor beton dan difinish
dengan batu wonosari dimaksudkan sebagai cermin bangunan ini berasal.
Ciri khas dari pondasi ini adalah tampilan dan posisi pondasi yang
berada diatas tanah bukan berada di dalam tanah. Pondasi ini dapat
terlihat dengan mata telanjang.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWi0QJA5I9-rv4fYDkicjr2VzJKc2KsoFrJ3zriSf1xn6SM80RxbktGs7M0UXlyknTMAVu9jlHIK3vy1LsGKgHP6R29T9ie0BDIB96rx4stFIV4MW_4pUVX1iSlbsHC2WUO_8zyNeI1Ps5/s320/pondasi+%28Small%29.bmp)
GebyongGebyog
merupakan dinding rumah yg terbuat dari kayu. Gebyog memberikan rasa
sejuk disiang hari , dan hangat di malam hari. Gebyog yang di gunakan
untuk Omah Limasan ( dalem) dibuat dengan motif ukiran Kudus, buatan
baru dari kayu tua/lama. Kerangka Gebyog menyatu dengan konstruksi
bangunan.
Motif Ukir
TiangRumah
Joglo mempunyai 16 buah tiang atau kolom sebagai penopang konstruksi
atap yang terdiri dari 4 buah “saka guru” dengan masing masing tiang
berukuran (15cm x 15cm) dan 12 buah tiang emper masing-masing berukuran
(11cm x 11cm), serta mempunyai 5 buah “Blandar Tumpang Sari” lengkap
dengan “kendhit”atau “koloran” yang berfungsi sebagai balok penyiku
konstruksi utama bangunan tersebut. Keseluruhan bangunan asli
menggunakan material struktur kayu jati dan mempunyai ukuran 8,4 m x 7,6
m.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhp0FRMjjGjCnx1JyhGHb1nfw4ENyAYh7xHkezgw3VhWBhOhE9KMe7lyG1JR5n0gdc_2HCbg70Y_NVOoUQ93zdb694wWV2UtoEHvG4Xokbe9hVG2GlQupaWc7eUbtB5NxG9MviUhOoILzDY/s320/tiang+joglo+%28Small%29.bmp)
Masing-masing
tiang memiliki nama sesuai dengan letaknya pada bangunan tersebut. Satu
atau beberapa tiang yang menyokong atap yang paling tinggi disebut soko
guru, tiang yang letaknya lebih luar dari soko guru adalah soko rowo,
sedangkan tiang yang menyokong atap bagian paling luar disebut soko
emper.
Selain itu, ada beberapa tiang yang digunakan untuk jenis
bangunan beratap joglo yang lainnya, yaitu soko bentung, yang letaknya
menggantung di antara bagian atap paling atas dengan atap di bawahnya.
Sementara itu, soko santen adalah tiang yang tidak langsung menyokong
atap, tapi menyokong gelagar panjang pada bangunan besar beratap joglo.
AtapAtap
berbentuk joglo banyak menggunakan material kayu, mulai dari kayu polos
sampai kayu yang penuh ornamen. Hal ini mengakibatkan beban yang harus
disalurkan untuk sampai ke tanah oleh masing-masing soko cukup berat.
Sebenarnya beban yang dipikul oleh soko dapat dihitung, yaitu dengan
cara mengetahui luas area penutup atap yang disokong oleh masing-masing
soko. Luas area tersebut kemudian dikalikan dengan beban atap per meter
persegi, sehingga didapat beban atap yang harus dipikul oleh
masing-masing soko atau tiang. Akibatnya, jumlah beban yang disalurkan
oleh soko tersebut harus lebih kecil dibandingkan dengan tegangan tanah
per sentimeter persegi. Bila beban yang disalurkan oleh soko lebih besar
dari tegangan tanah, maka pondasi akan melesak.
Rangka Atap Joglo
dibentuk oleh beberapa elemen bangunan, yaitu: (1). Reng, (2). Usuk,
(3). “Molo”, (4). “Ander”, (5). “Dudur” dan (6). “Blandar”. Sedangkan
Tumpang Sari adalah balok-balok yang disusun dengan teknik tumpang, dan
berfungsi untuk mendukung berat atap. Tumpang Sari dapat dibagi atas dua
bagian, yaitu: Bagian sayap (“elar”) dan Bagian dalam (“ulen”).
Diposkan oleh yesi desriantina di
RumahMasyarakat
Jawa dengan faham jawanya (“kejawen”) sering dianggap sebagai
masyarakat yang hidup dalam suasana kepercayaan primitif, yang memilki
sifat-sifat khusus, seperti: mempertahankan suasana hidup selaras
(harmonis) dengan lingkungan kehidupan disekitarnya, yang meliputi:
keselarasan hubungan antara manusia dan sesamanya (hubungan antara
“kawulo” dan “gusti”), serta hubungan antara manusia dengan lingkungan
alam disekitarnya (hubungan antara “microcosmos” dan “macrocosmos”).
Kebutuhan hidup manusia Jawa, dapat disederhanakan menjadi 3 (tiga)
kelompok, yaitu: “pangan”, “sandang” dan “papan”.Adapun makna kebutuhan
pangan bagi masyarakat Jawa disatu sisi adalah tuntutan akan fisik,
sedangkan disisi lain, adalah tuntutan metafisik, seperti: spiritual,
rohaniah dan simbolik. Selanjutnya orang Jawa membutuhkan sandang untuk
memberikan pengamanan kejiwaan (rasa) dan melindungi diri dari pengaruh
lingkungan, baik lingkungan alamiah maupun sosial. Sedangkan kebutuhan
akan “papan”, bagi orang Jawa diartikan sebagai kebutuhan akan:
“longkangan” (ruang), “panggonan” (tempat untuk menjalani kehidupan),
“panepen” (tempat kediaman /”settle -ment”) dan “palungguhan” (tempat
duduk/berinteraksi). Selain itu rumah juga mempunyai arti sebagai
perlambang bahwa dirinya telah berhasil dalam kehidupan di dunia atau
telah mantap kedudukan sosial ekonominya.
Bentuk dari rumah Jawa dipengaruhi oleh 2 pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Geometrik yang dikuasai oleh kekuatan sendiri
2. Pendekatan Geofisik yang tergantung pada kekuatan alam lingkungan.
Bentuk
rumah tradisional jawa dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan
bentuk. Secara garis besar tempat tinggal orang jawa dapat dibedakan
menjadi:
1. Rumah Bentuk Joglo
2. Rumah Bentuk Limasan
3. Rumah bentuk Kampung
4. Rumah Bentuk Masjid dan Tajug atau Tarub
5. Rumah bentuk panggang Pe
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0qg8tujLWZaK7zPFfXprwNI92kMnvY2vxuWtWFx2OQ_cFUBkNgeUqsTu8e4Y_bVgtZyiBXTa3lFjw1f65lfuemgYyY0DSnCXVsC22z6jT70J_AHiTbdhUAQSNkGflNS6NDEyXLPGcuhN3/s320/tajug+%28Small%29.bmp)
Bangunan Tradisional Joglo.Ciri
khas atap joglo, dapat dilihat dari bentuk atapnya yang merupakan
perpaduan antara dua buah bidang atap segi tiga dengan dua buah bidang
atap trapesium, yang masing-masing mempunyai sudut kemiringan yang
berbeda dan tidak sama besar. Atap joglo selalu terletak di
tengah-tengah dan selalu lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi.
Bentuk gabungan antara atap ini ada dua macam, yaitu: Atap Joglo Lambang
Sari dan Atap Joglo Lambang Gantung. Atap Joglo Lambang Sari mempunyai
ciri dimana gabungan atap Joglo dengan atap Serambi disambung secara
menerus, sementara atap Lambang Gantung terdapat lubang angin dan
cahaya. Menurut Dakung (1987) terdapat beberapa variasi bentuk bangunan
Joglo diantaranya adalah:
(1). Joglo Lawakan,
(2). Joglo Sinom,
(3). Joglo Jompongan,
(4). Joglo Pangrawit,
(5). Joglo Mangkurat,
(6). Joglo Hageng dan
(7). Joglo Semar Tinandhu.
Joglo Limasan, Joglo Semar Tinandhu, Joglo
Sinom,
Joglo Jompongan dan Joglo Pangrawit banyak dipakai rakyat biasa,
sedangkan Joglo Mangkurat, Joglo Hageng dan Joglo Semar Tinandhu banyak
dipakai kaum bangsawan, maupun abdi dalem keratin (pegawai keraton).
Joglo Semar Tinandhu.![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheTkONuL-P1GRa7vbR-oKGQZ4MgzSVGUUcnUEp1Qkref8qWhW13tEfIVKE20tKwbg0rjDP1MBC5MNJ5COmaeU-j-Q4Z9_pUa3QWNc2rc3UH4nEBHz6n83Lx4w-l9R-9Qg6TGpoMwFSMO3F/s320/joglo+semar+tinandu+%28Small%29.bmp)
Joglo
Semar Tinandu (semar diusung/semar dipikul) diilhami dari bentuk tandu.
Joglo ini biasanya digunakan untuk regol atau gerbang kerajaan, dengan
ciri- ciri :
* Denah berbentuk persegi panjang
* Pondasi bebatur,
yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya.
Diatas bebatur dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan, umpak ini
nantinya akan disambung dengan tiang saka.
* Memakai 2 saka guru
sebagai tiang utama yang menyangga atap brunjung dan 8 saka pananggap
yang berfungsi sebagai penyangga yang berada diluar saka guru. Bagian
bawah tiap saka diberi purus lanang untuk disambung ke purus wedokan dan
diperkuat dengan umpak
* Terdapat 2 pengeret sebagai penyangga balok tandu
* Memiliki tumpang 3 tingkat yang ditopang balok tandu
*
Atapnya memiliki 4 jenis empyak yaitu; empyak brunjung, empyak cocor
pada bagian atas dan empyak penanggap serta empyak penangkur dibagian
bawah.
* Pada atap terdapat molo
* Menggunakan usuk rigereh, usuk
yang pada bagian atas bersandar pada dudur sedangkan bagian bawah
bertumpu pada balok pengeret dan dipasang tegak lurus.
* Biasanya digunakan untuk regol ( pintu masuk)
Karena
tiang utama/saka guru pada joglo ini tergantikan oleh tembok sambungan,
maka ruang di bawah atap yang lebih tinggi mempunyai besaran ruang
sebatas di besaran uleng saja. Udara yang ada masih terpengaruh udara
luar, namun terasa lebih sejuk karena ada kemiringan atap yang
memberikan perbedaan udara antara ruang luar dengan ruang di dalam
joglo.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHr1JnooNrNv8fxryHH4lU111BfYfYklqqOxwl8KjqL3LYMt_Qcor_qtXSSP9bm8rHbpKnqbHsfhAiLPbazkatoyGfKC4Vya0e6f1PJBE3_fUj6VkzULiYVagg_N4eEiuq5rMgkAVLLD25/s320/denah+joglo+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgY_iIbfq9jBkzZBi3GjkAdhyTqDnqgT5ZTyZKImHrpTOtvP9rzYfQiBwqSftHeS2ZPBru9tqQq-Dd36jx4qxTqY4BBZoaOWK0zq1dRSiZZJNa2CJCALYRmzxxhaM3nWezEXmHqJSTqxoMR/s320/joglo+senar+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQor4YV1swLz1hwbWDKgAwzAclkNgmHH_BRSathBEHt7rwu7K91ZUXyjjdTTp-k8bUSgucgsrwsu3kQgAGTlFjRTEVAOdz7_nwknX8kelL6uFSImthWyDU_puBBKDuAb0Z3pXupzSrpgxX/s320/1+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7KwqIGPwPo7D5PldsGG4qpYXTC2w6A2SXAqgmzjdmcgj9NaED01_x_X6-Y6hwIk2MJD1_kdaFuTewRUpLkgjekGEYSuUyY3mwSmerDo0wlQVsI75GuUKwhZMoxCSkWVaHuZxW35663Vem/s320/2.bmp)
Pada
joglo semar tinandu ini udara bergerak secara lurus melalui celah
diantara dua tembok sambungan. Pergerakan udara terjadi secara leluasa,
langsung pada bagian tengah joglo ini, karena tidak terhalang oleh
tembok, namun pada bagian samping kanan dan kiri, udara tidak bisa
mengalir ke sisi sebelahnya, karena terhalang oleh tembok sambungan yang
sampai ke puncak joglo. Udaara kembali bergerak ke bawah melewati celah
menuju ruang di sebelah tembok sambungan, dan mengalir ke berbagai
arah.
Joglo Lambang Sari![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFEdIrhMZS5eIpt36Lo5DxpjJo2bNAMx_2JK6j61LuNyI-UKRJjudu5i-DkERyk0cvJcSJmQEokj1OAylqPHR_dwZiJtpOtfi6pRw5nWLhVDuB1ScRMDYpPG9azOxrn60XjQEB8twNEO0B/s320/joglo+lambang+sari+%28Small%29.bmp)
Joglo
Lambangsari merupakan joglo dengan sistem konstruksi atap menerus.
Bentuk ini paling banyak dipakai pada bangunan tradisional jawa.
Bentuk joglo yang menggunakan lambangsari, dengan ciri- ciri :
* Bentuk denah persegi panjang
*
Memakai pondasi bebatur, yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi
dari tanah disekelilingnya. Diatas bebatur ini dipasang umpak yang sudah
diberi purus wedokan.
* Terdapat 4 saka guru sebagai penahan atap
brunjung yang membentuk ruang pamidangan yang merupakan ruang pusat dan
12 saka pananggap yang menyangga atap pananggap (tiang pengikut),
masing-masing saka ditopang oleh umpak menggunakan sistem purus
*
Memakai blandar, pengeret, sunduk, serta kilil. masing- masing blandar
dan pengeret dilengkapi dengan sunduk dan kili sebagai stabilisator.
*
Menggunakan tumpang dengan 5 tingkat. Balok pertama disebut pananggap,
balok ke dua disebut tumpang, balok ke tiga dan empat disebut
tumpangsari, dan balok terakhir merupakan tutup kepuh yang berfungsi
sebagai balok tumpuan ujung- ujung usuk atap.
* Uleng/ruang yang terbentuk oleh balok tumpang di bawah atap ada 2 (uleng ganda)
* Terdapat godhegan sebagai stabilisator yang biasanya berbentuk ragam hias ular-ularan.
*
Menggunakan atap sistem empyak. 4 sistem empyak yang digunakan :
brunjung dan cocor pada bagian atas, serta pananggap dan penangkur di
bagian bawah
* Terdapat balok molo pada bagian paling atas yang diikat oleh kecer dan dudur.
* Menggunakan usuk peniyung yaitu usuk yang dipasang miring atau memusat ke molo. Joglo ini juga tidak memiliki emper
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyAd5VToSRhxvEPzT1yXdIWlCo_fWip-VajKbQPGmRatywGsp8HaBhGMe6nG2oFBNWvHtYupmZL9mkmytLNfHuin4u6Q9DQPOvPPyTu6QL96B6y0YbB6mzHZKjB6jNJ75s2A4482a46Fay/s320/denah+lambangsari+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisDNXpaCwhY8CuIG6Vhfp6KDihpcg3qp5y2IrmY6eNGDInIpZcXe42-s7ZyuVEUAt6WtQrPJnUdM2P3NY1xu_0Ke-8C6aNu1ll_sujHyCfvCLXJZgoBwLH5EUKDSk9maf-6tiuMqB314E0/s320/joglo+lambang+sari+%28Small%29.bmp)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTYzP6Hbcu90hor27L7iL2A6IcVGQxQmS-Ob-8xJyfI27vbkGAghxKiSA9QV49dlYQ2BHIrmgNvwMZqT4Dr_mzMIRzJN6A6ufwV3OttcbfZFZ7TVRD71S8LzZ58X3f9Lv-w9UzeAebB6u4/s320/lambangsari1+%28Small%29.bmp)
penghawaan
pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan
sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang
bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap
yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap
ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam
pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan
oleh manusia itu sendiri. Saat manusia berada pada rumah joglo paling
pinggir, sebagai perbatasan antara ruang luar dengan ruang dalam,
manusia masih merasakan hawa udara dari luar, namun saat manusia
bergerak semakin ke tengah, udara yang dirasakan semakin sejuk, hal ini
dikarenakan volume ruang di bawah atap, semakin ke tengah semakin besar.
Seperti teori yang ada pada fisika bangunan,
Efek volume
sebenarnya memanfaatkan prinsip bahwa volume udara yang lebih besar akan
menjadi panas lebih lama apabila dibandingkan dengan volume udara yang
kecil.
Saat manusia kembali ingin keluar, udara yang terasa
kembali mengalami perubahan, dari udara sejuk menuju udara yang terasa
diluar ruangan. Dapat dilihat kalau penghawaan pada rumah joglo,
memperhatikan penyesuaian tubuh manusia pada cuaca disekitarnya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMHjaCG7vpZseIgvG8k5NhJetjfPB45Wp8IxAafzf6ucR7ttatzxw8drDtMIQJAaxxC7OcNRAnjwHHkMEYo1V8Fse_11DyNf-5vSAk8WN1TB1CZP5YRv_e6rra8kHEACwrwSAVZSvHhzfH/s320/lambangsari2+%28Small%29.bmp)
Sistem
penghawaan pada joglo lambangsari ini, seperti pada sistem penghawaan
joglo pada umumnya, angin/udara bergerak sejajar, di seluruh ruang
terbuka, pada bagian ruang bagian tengah, yang dibatasi tiang utama/saka
guru, udara bergerak ke atas, namun kembali bergerak ke bawah. Hal ini
terjadi karena joglo lambangsari tidak memiliki lubang ventilasi, karena
memang di desain untuk atap menerus.
Sistim StrukturSistim struktur bangunan Joglo, menurut Saragih (1983) 14) dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
(1). Sistim Struktur Rangka Utama dan
(2). Sistim Struktur Rangka “Pengarak” (Pengikut).
Sistim Rangka Utama Bangunan Joglo terdiri atas tiga bagian, yaitu: “Brunjung”, “Soko Guru” dan “Umpak”.
PondasiPondasi
atau “umpak” yang ditinggikan 70cm menggunakan cor beton dan difinish
dengan batu wonosari dimaksudkan sebagai cermin bangunan ini berasal.
Ciri khas dari pondasi ini adalah tampilan dan posisi pondasi yang
berada diatas tanah bukan berada di dalam tanah. Pondasi ini dapat
terlihat dengan mata telanjang.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWi0QJA5I9-rv4fYDkicjr2VzJKc2KsoFrJ3zriSf1xn6SM80RxbktGs7M0UXlyknTMAVu9jlHIK3vy1LsGKgHP6R29T9ie0BDIB96rx4stFIV4MW_4pUVX1iSlbsHC2WUO_8zyNeI1Ps5/s320/pondasi+%28Small%29.bmp)
GebyongGebyog
merupakan dinding rumah yg terbuat dari kayu. Gebyog memberikan rasa
sejuk disiang hari , dan hangat di malam hari. Gebyog yang di gunakan
untuk Omah Limasan ( dalem) dibuat dengan motif ukiran Kudus, buatan
baru dari kayu tua/lama. Kerangka Gebyog menyatu dengan konstruksi
bangunan.
Motif Ukir
TiangRumah
Joglo mempunyai 16 buah tiang atau kolom sebagai penopang konstruksi
atap yang terdiri dari 4 buah “saka guru” dengan masing masing tiang
berukuran (15cm x 15cm) dan 12 buah tiang emper masing-masing berukuran
(11cm x 11cm), serta mempunyai 5 buah “Blandar Tumpang Sari” lengkap
dengan “kendhit”atau “koloran” yang berfungsi sebagai balok penyiku
konstruksi utama bangunan tersebut. Keseluruhan bangunan asli
menggunakan material struktur kayu jati dan mempunyai ukuran 8,4 m x 7,6
m.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhp0FRMjjGjCnx1JyhGHb1nfw4ENyAYh7xHkezgw3VhWBhOhE9KMe7lyG1JR5n0gdc_2HCbg70Y_NVOoUQ93zdb694wWV2UtoEHvG4Xokbe9hVG2GlQupaWc7eUbtB5NxG9MviUhOoILzDY/s320/tiang+joglo+%28Small%29.bmp)
Masing-masing
tiang memiliki nama sesuai dengan letaknya pada bangunan tersebut. Satu
atau beberapa tiang yang menyokong atap yang paling tinggi disebut soko
guru, tiang yang letaknya lebih luar dari soko guru adalah soko rowo,
sedangkan tiang yang menyokong atap bagian paling luar disebut soko
emper.
Selain itu, ada beberapa tiang yang digunakan untuk jenis
bangunan beratap joglo yang lainnya, yaitu soko bentung, yang letaknya
menggantung di antara bagian atap paling atas dengan atap di bawahnya.
Sementara itu, soko santen adalah tiang yang tidak langsung menyokong
atap, tapi menyokong gelagar panjang pada bangunan besar beratap joglo.
AtapAtap
berbentuk joglo banyak menggunakan material kayu, mulai dari kayu polos
sampai kayu yang penuh ornamen. Hal ini mengakibatkan beban yang harus
disalurkan untuk sampai ke tanah oleh masing-masing soko cukup berat.
Sebenarnya beban yang dipikul oleh soko dapat dihitung, yaitu dengan
cara mengetahui luas area penutup atap yang disokong oleh masing-masing
soko. Luas area tersebut kemudian dikalikan dengan beban atap per meter
persegi, sehingga didapat beban atap yang harus dipikul oleh
masing-masing soko atau tiang. Akibatnya, jumlah beban yang disalurkan
oleh soko tersebut harus lebih kecil dibandingkan dengan tegangan tanah
per sentimeter persegi. Bila beban yang disalurkan oleh soko lebih besar
dari tegangan tanah, maka pondasi akan melesak.
Rangka Atap Joglo
dibentuk oleh beberapa elemen bangunan, yaitu: (1). Reng, (2). Usuk,
(3). “Molo”, (4). “Ander”, (5). “Dudur” dan (6). “Blandar”. Sedangkan
Tumpang Sari adalah balok-balok yang disusun dengan teknik tumpang, dan
berfungsi untuk mendukung berat atap. Tumpang Sari dapat dibagi atas dua
bagian, yaitu: Bagian sayap (“elar”) dan Bagian dalam (“ulen”).
sumber: http://mybadai.blogspot.com/2011_01_01_archive.html