Sunday, September 30, 2012

Perilaku dan Arsitektur

We shape our building and afterwards our building shape us...
Winston Churcill, 1943
Arsitektur dan perilaku memang sulit dipisahkan. Satu yang pasti setelah saya belajar di asitektur, saya menjadi lebih senang mengamati. Senang memperhatikan gerak gerik terutama perilaku manusia. Kata perilaku sendiri menunjukan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan semua aktivitas manusia secara fisik; berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya. Di sisi lain, desain arsitektur akan menghasilkan suatu bentuk fisik yang bisa dilihat dan bisa dipegang. Krena itu hasil desain arsitektur dapat menjadi salah satu fasilitator terjadinya perilaku, namun juga bisa menjadi penghalang terjadinya perilaku.
Kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Drucker (1969) menindikasikan bahwa “sebagian besar yang kita lihat adalah sesuatu yang ingin kita lihat”. Sementara Von Foester (1973) menulis bahwa “ apa yang kita bentuk dalam pikiran, itulah realitas yang kita perhitungkan”. Namun realitas itu tidak selalu seperti yang diinginkan. Apa yang dibayangkan dalam imajinasi arsitek pada proses perancangan mungkin akan menghasilkan akibat yang berbeda pada saat atau setelah proses penempatan/penghunian.
Penandaan lingkungan yang dilakukan arsitek melalui karyanya dapat diintrepretasikan secara berbeda oelh penggunanya. Misalkan penggunaan kaca yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan kesan luas atau menyatu dengan luar ruang, mengakibatkan orang-orang terluka karena membenturnya, atau menjadikan perlunya penjaga kaca agar orang tidak salah menabrak. Akibat ini tentu bukan yang diharapkan oleh seorang arsitek.
Rancangan yang dianggap baik oleh perancang, mungkin saja diterima penggunanya sebagai lingkungan yang dingin, membosankan, bahkan tidak ramah. Oleh karena itu diperlukan perpaduan imajinasi dan pertimabngan akal sehat dari arsitek. Setiap kali merancang, arsitek membuat asumsi-asumsi kebutuhan manusia, membuat perkiraan aktivitas dan atau perkiraan bagaimana manusia berperilaku, bagaimana manusia bergerak dalam lingkungannya. Kemudian arsitek memutuskan bagaimana lingkungan tersebut akan dapat melayani manusia pemakai sebaik mungkin. Yang harus dipertimbangkan tidak hanya melayani kebutuhan pemakai secara fungsional, rasional, ekonomis, dan dapat dipertanggungjawabkan, tetapi lingkungan jug aharus dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna akan ekspresi emosionalnya termasuk bersosialisasi dengan sesama.
Dengan premis dasar bahwa perancangan arsitektur ditujukan untuk manusia maka untuk mendapatkan perancanganyang baik arsitek perlu mengerti apa yang menjadi kebutuhan manusia. Atau dengan kata lain mengerti perihal perilaku manusia dalam arti luas.
Metode Penelitian Triangulasi
Istilah triangulasi dalam kegiatan penelitian secara umum banyak dipahami oleh sebagian kalangan hanya dapat di jumpai dalam penelitian kualitatif sebagai salah satu teknik validasi sebuah penelitian. Akan tetapi, pemahamannya tidak sesederhana yang dipahami oleh sebagian kalangan tersebut. Triangulasi akan sangat tepat penggunaannya dalam sebuah penelitian apabila kita paham konsep dari triangulasi itu sendiri, dan batasan-batasannya jika akan di implementasikan dalam sebuah penelitian. Dalam blog Eko Sanjaya Tamba’s Blog istilah triangulasi tidak hanya dipahami sebagai salah satu teknik analisis data dan teknik validasi data kualitatif, akan tetapi triangulasi dapat juga dipahami sebagai suatu teknik penelitian perpaduan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Metode penelitian dengan teknik triangulasi digunakan dengan adanya dua asumsi yaitu pertama, pada level pendekatan, teknik triangulasi digunakan karena adanya keinginan melakukan penelitian dengan menggunakan dua metode sekalugus yakni, metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Hal ini didasarkan karena masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemhan tertentu, dan memiliki pendapat dan anggapan yang berbeda dalam memandang dan menanggapi suatu permasalahan. Suatu masalah jika dilihat dengan menggunakan suatu metode akan sangat berbeda jika dilihat dengan menggunakan metode yang lain. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat apabila kedua sudut pandang berbeda tersebut digunakan berbsama-sama dalam menanggapi suatu permasalahan sehingga diharapkan dapat mendapatkan hasil yang lebih lengkap dan sempurna.
Asumsi yang kedua yang mendasari penggunaan teknik triangulasi yakni, pada level pengumpulan dan analisis data. Dalam penelitian dengan menggunakan triangulasi, peneliti dapat menekankan pada metode kualitatif, metode kuantitatif atau dapat juga dengan menekankan pada kedua metode. Apabila peneliti menekankan pada metode kualitatif, maka metode penelitian kuantitatif dapat digunakan sebagai fasilitator dalam membantu melancarkan kegiatan penelitian, dan sebaliknya jika menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Teknik Pengumpulan dan Kredibilitas Data Triangulasi
Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.  Menurut Sugiyono ada tiga macam triangulasi yaitu,
1) Triangulasi sumber
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang perilaku murid, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dapat dilakukan ke guru, teman murid yang bersangkutan dan orang tuanya. Data dari ketiaga sumber tersebut, tidak bias diratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi di deskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah di analisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member chek) dengan ketiga sumber data tersebut.
2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilakan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk mestikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda.
3) Triangulasi Waktu
Watu juga sering mempengruhi kredibilitas data. Data yang dikumpul dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara , observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga ditemukan kepastian datanya. Triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian, dari tim peneliti lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.
Tujuan penelitian kualitatif memang bukan semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subjek terhadap dunia sekitarnya. Dalam memahami dunia sekitarnya, mungkin apa yang diungkapkan informan salah, karena tidak sesuai dengan teori, dan tidak sesuai dengan hukum.
Sedangkan menurut Denzin (1978) dalam Paton mengungkapkan bahwa ada empat tipe dasar triangulasi : 1) triangulasi data – adalah penggunaan beragam sumber data dalam suatu kajian, sebagai contoh, mewawancarai orang pada posisi status yang berbeda atau dengan titik pandang yang berbeda; 2) triangulasi investigator – penggunaan beberapa peneliti atau ilmuan sosial yang berbeda; 3) triangulasi teori – penggunaan sudut pandang ganda dalam menafsirkan seperangkat tunggal data; dan 4) triangulasi metodologis – penggunaan metode ganda untuk mengkaji masalah atau program tunggal, seperti wawancara, pengamatan, daftar wawancara terstruktur, dan dokumen.
Lebih lanjut Denzin (1978) dalam Patton menerangkan bahwa logika triangulasi berdasarkan pada dasar pikiran bahwa, tidak ada metode tunggal secara mencukupi memecahkan masalah faktor penyebab tandingan. Karena setiap metode menyatakan aspek yang berbeda atas realitas empiris, metode ganda atas pengamatan haruslah dipakai, hal inilah yang disebut dengan triangulasi.
Penutup
Tringulasi dalam ditinjau dari metode penelitian merupakan gabungan dari metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dasar dari penggabungan dua metodologi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang benar-benar kredibel dan komprehensif. Sedangkan triangulasi sebagai salah satu teknik pemeriksaan data secara sederhana dapat disimpulkan sebagai upaya untuk mengecek data dalam suatu penelitian, dimana peneliti tidak hanya menggunakan satu sumber data, satu metode pengumpulan data atau hanya menggunakan pemahaman pribadi peneliti saja tanpa melakukan pengecekan kembali dengan penelitian lain. Triangulasi ini merupakan teknik yang didasari oleh pola piker fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya, untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang.

Daftar Bacaan:
Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, cetakan kedua, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009)
http//Eko Sanjaya Tamba.wordpress.com
http://dinarpratama.wordpress.com/2011/01/08/teknik-pengumpulan-dan-validasi-data-kualitatif/
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, cetakan kesebelas (Bandung : Alfabeta, 2010)

contoh diagram phon